Analisis Perkembangan Retak pada CRCP

Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP) merupakan alternatif perkerasan jalan yang menawarkan keandalan struktural tinggi dengan umur rencana yang lebih panjang dibanding perkerasan lentur maupun beton berjoint (JPCP). Penelitian ini mengevaluasi kinerja CRCP pada ruas jalan tertentu dengan membandingkan laju retak dan kelicinan permukaan (IRI) terhadap JPCP. Hasil pengamatan menunjukkan distribusi retak dominan pada jarak 0,8–3 m dengan lebar rata-rata 0,098 mm, jauh di bawah nilai desain 1 mm. Indeks IRI CRCP lebih rendah dan lebih stabil dibanding JPCP yang mengalami peningkatan sebesar 0,2 dalam 3 tahun. Dari aspek ekonomi, CRCP menurunkan biaya operasi kendaraan hingga 20% melalui efisiensi bahan bakar, serta memberikan tambahan umur layanan minimal 10 tahun. Selain itu, penerapan CRCP berpotensi menurunkan emisi CO hingga 70% dan NOx hingga 45%, sekaligus mengurangi kebisingan lalu lintas. Kendati memiliki biaya awal tinggi dan menuntut konstruksi yang presisi, CRCP terbukti sebagai pilihan strategis untuk jalan dengan volume lalu lintas tinggi.

‎Tingkat retak diperoleh melalui kompilasi data panjang retakan berdasarkan metode mapping pada segmen uji. Data yang ditampilkan pada Gambar 5 dinyatakan dalam satuan m/m². Evaluasi dilakukan pada setiap segmen sepanjang 150 m, dengan rata-rata diambil dari tiga lajur lalu lintas dan bahu kiri untuk Jalan Tol A, serta tiga lajur untuk Jalan Tol B.

‎Pada musim pertama, yakni empat bulan setelah pembukaan lalu lintas, tingkat retak menunjukkan keseragaman pada keempat segmen uji. Perkembangan retak pada Jalan Tol A tetap signifikan pada periode selanjutnya, meskipun laju pertambahannya relatif menurun. Tiga puluh bulan pasca-rekonstruksi, tingkat retak tercatat 0,83 m/m² pada segmen 1 dan 0,89 m/m² pada segmen 2. Nilai ini berada pada kisaran kriteria minimum lebar retakan yang digunakan dalam desain perkuatan Jalan Tol A, yaitu 1,07 m (≈ 3,5 kaki).

‎Verifikasi lapangan dilakukan melalui analisis jarak antar retakan berdasarkan data pemetaan bulan Juni 2022. Distribusi jarak retakan menunjukkan bahwa:

‎9% berada pada interval 0,2–0,6 m,

‎20% berada pada interval 0,5–0,8 m,

‎60% berada pada interval 0,8–3 m,

‎8% melebihi 3 m.


‎Hasil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian jarak retakan berada di bawah nilai batas desain, sehingga memerlukan pengawasan lebih lanjut. Meskipun demikian, hingga saat ini perkerasan beton bertulang kontinu (CRCP) tidak menunjukkan indikasi kerusakan struktural.

‎Pada Jalan Tol B, pengukuran lebar retakan dilakukan menggunakan metode komparatif. Nilai lebar retakan yang terukur antara musim semi (17,5°C) dan musim dingin (–22,5°C) adalah 0,183 mm; 0,057 mm; dan 0,055 mm, dengan rata-rata 0,098 mm. Pengukuran lanjutan pada Juni 2023 pada suhu 37°C menunjukkan selisih 0,1 mm dibandingkan dengan hasil pengukuran saat pembukaan musim dingin. Nilai ini secara signifikan lebih kecil daripada lebar retakan yang direncanakan dalam desain (1 mm).

‎Lebih lanjut, nilai 0,1 mm tersebut sejalan dengan hasil penelitian di Belgia, yang melaporkan kisaran lebar retakan serupa pada kondisi suhu –1°C hingga 19°C. Hal ini memperkuat kesimpulan bahwa perilaku retak pada CRCP dalam penelitian ini masih berada dalam batas aman serta konsisten dengan data empiris internasional.

Evaluasi Smoothness pada Perkerasan

Pengukuran profil longitudinal dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kelicinan permukaan perkerasan (smoothness), yaitu sejauh mana ketidakrataan pada lintasan roda jika dibandingkan dengan permukaan acuan yang dianggap sempurna. Indeks yang digunakan oleh MTQ (Ministère des Transports du Québec) untuk menilai kelicinan adalah IRI (International Roughness Index).

‎Skala IRI untuk perkerasan beraspal berkisar antara 0 hingga 12, di mana 0 merepresentasikan permukaan yang benar-benar halus. Spesifikasi teknis menetapkan bahwa nilai 1,2 merupakan batas maksimum yang diizinkan. Apabila nilai IRI melebihi batas tersebut, kontraktor berpotensi dikenakan penalti. Untuk Jalan Tol A, penggilingan (grinding) dilarang pada nilai hingga 1,8, sehingga batasan ini tidak berlaku untuk proyek di Jalan Tol B.


Gambar Nilai IRI


‎Pada (Gambar) memperlihatkan nilai rata-rata IRI pada tiga lajur untuk keseluruhan segmen CRCP sepanjang 2 km di Jalan Tol A, serta pada segmen JPCP (Jointed Plain Concrete Pavement) sepanjang 1,5 km yang bersebelahan langsung dengan segmen CRCP tersebut. Nilai rata-rata IRI pada ketiga lajur Jalan Tol B juga ditampilkan sebagai pembanding.

‎Segera setelah rekonstruksi, nilai IRI pada dua dari tiga lajur dengan JPCP tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan CRCP. Setelah tiga tahun, perubahan nilai IRI pada CRCP relatif kecil, sedangkan pada JPCP terdapat peningkatan sebesar 0,2. Pada Jalan Tol B, tercatat adanya peningkatan kecil pada nilai IRI selama musim dingin pertama.

‎Temuan ini menunjukkan bahwa perkerasan CRCP memiliki kinerja lebih stabil dalam mempertahankan kelicinan permukaan dibandingkan JPCP pada periode observasi yang sama. Stabilitas ini menjadi salah satu indikator keunggulan CRCP dalam aspek kenyamanan berkendara dan ketahanan terhadap deformasi permukaan akibat kondisi iklim ekstrem.

KESIMPULAN

‎1. Perbandingan dengan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement):
‎Perkerasan beton bertulang kontinu (CRCP) memberikan umur rencana tambahan minimal 10 tahun dibandingkan dengan perkerasan lentur. Selain itu, CRCP menawarkan kualitas kenyamanan berkendara yang lebih baik, gangguan lalu lintas yang lebih sedikit, serta penghematan biaya operasional kendaraan melalui berkurangnya konsumsi bahan bakar, pelumas, dan komponen lainnya.


‎2. Keunggulan dari Aspek Keandalan:
‎Dengan mempertimbangkan daya tahan dan sifat maintenance-free, CRCP layak diterapkan sebagai pilihan utama pada pembangunan jalan beton modern.


‎3. Material Penguat (TMT Bars):
‎Penggunaan baja TMT (Thermo Mechanically Treated) sangat disarankan pada perkerasan CRCP. Untuk wilayah dengan potensi korosi tinggi, baja TMT tahan korosi merupakan pilihan yang lebih tepat.


‎4. Keterbatasan CRCP:
‎Kelemahan utama CRCP terletak pada biaya awal konstruksi yang tinggi serta kesulitan dalam pelaksanaan pekerjaan perbaikan jika konstruksi awal tidak dilakukan secara tepat.


‎5. Kenyamanan Berkendara:
‎Sebagai perkerasan tanpa sambungan (jointless pavement), CRCP menyediakan permukaan jalan yang halus dan stabil sehingga meningkatkan kenyamanan berkendara dan keselamatan pengguna jalan.


‎6. Biaya Pemeliharaan Rendah:
‎CRCP memerlukan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi yang minimal. Selain itu, CRCP mampu menekan beban dinamis yang merugikan baik bagi kendaraan maupun perkerasan itu sendiri. Dampak lingkungan juga lebih baik, dengan potensi penurunan konsentrasi CO sebesar ±70% dan NOx sebesar ±45%, serta berkurangnya tingkat kebisingan di koridor dengan kepadatan penduduk tinggi.


‎7. Ketahanan terhadap Beban Lalu Lintas:
‎Beton memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap beban lalu lintas berat. Dengan demikian, masalah seperti alur (ruts) atau deformasi plastis (shoving) yang umum terjadi pada perkerasan aspal dapat dihindari.


‎8. Efisiensi Energi Kendaraan:
‎Permukaan beton yang keras dan halus menghasilkan interaksi optimal dengan roda kendaraan. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar truk hingga 20%, yang pada akhirnya menurunkan biaya operasional kendaraan.


‎9. Efisiensi Waktu dan Produktivitas:
‎CRCP mendukung kecepatan kendaraan yang lebih tinggi, sehingga berkontribusi pada penghematan waktu dan biaya perjalanan. Layanan jalan yang hampir bebas pemeliharaan juga mengurangi gangguan lalu lintas serta kehilangan jam kerja akibat keterlambatan perjalanan.


‎10. Dampak Ekonomi Makro:
‎Penggunaan CRCP dapat secara signifikan mengurangi ketergantungan pada impor aspal (bitumen), yang pada gilirannya memberikan penghematan devisa negara.

REKOMENDASI

‎1. Implementasi Skala Nasional
‎Mengingat umur layanan yang lebih panjang, biaya operasional kendaraan yang lebih rendah, serta dampak lingkungan yang positif, CRCP sebaiknya dipertimbangkan sebagai standar utama untuk jalan arteri dan jalan tol di Indonesia, terutama pada koridor dengan lalu lintas berat dan kepadatan tinggi.


‎2. Pemilihan Material

‎Baja TMT tahan korosi direkomendasikan pada wilayah dengan kelembapan tinggi atau lingkungan agresif (misalnya dekat pantai).

‎Kualitas beton harus dikendalikan ketat dengan mix design yang mempertimbangkan shrinkage, modulus elastisitas, dan ketahanan terhadap siklus termal.



‎3. Standarisasi Desain & Konstruksi
‎Perlu penyusunan pedoman nasional mengenai desain, metode pelaksanaan, serta kriteria evaluasi kinerja CRCP. Hal ini akan meminimalkan risiko kesalahan konstruksi yang dapat meningkatkan biaya perbaikan di kemudian hari.


‎4. Penelitian Lanjutan

‎Studi life-cycle cost analysis (LCCA) untuk membandingkan CRCP dengan perkerasan lentur pada berbagai kondisi iklim di Indonesia.

‎Evaluasi jangka panjang terkait kinerja retak (crack performance) dan nilai IRI (smoothness) dengan mempertimbangkan variasi beban sumbu kendaraan yang sering melebihi standar.

‎Analisis dampak lingkungan berbasis data empiris lokal, khususnya emisi gas buang dan tingkat kebisingan.



‎5. Skema Pembiayaan
‎Karena CRCP memiliki biaya awal tinggi, maka model pembiayaan alternatif seperti Public-Private Partnership (PPP) atau skema availability payment dapat diterapkan. Dengan demikian, investasi awal dapat ditekan tanpa mengorbankan kualitas jangka panjang.


‎6. Pelatihan dan Kapasitas SDM
‎Tenaga kerja konstruksi dan pengawas lapangan perlu dilatih khusus mengenai teknologi CRCP, terutama terkait pengendalian retak, pemadatan beton, dan curing process.


‎7. Kebijakan Infrastruktur Berkelanjutan
‎Adopsi CRCP selaras dengan target Net Zero Emission 2060 Indonesia, karena:

‎Mengurangi emisi CO dan NOx,

‎Menekan konsumsi bahan bakar kendaraan,

‎Menurunkan kebutuhan impor aspal berbasis minyak bumi.

‎Referensi :


AASHTO. (2010). Guide for Design of Pavement Structures.

‎MTQ. (2003). Pavement Performance Monitoring Report.

Belgian Road Research Centre. (2001). Crack Spacing and Width in CRCP.

‎Huang, Y. H. (2004). Pavement Analysis and Design. Pearson.

Related Posts: